Banuaji, Tapanuli Utara — Warga Desa Banuaji melaporkan kerusakan parah pada lahan pertanian dan hutan mereka sejak dimulainya aktivitas pengeboran panas bumi oleh PT Sarulla Operations Ltd. (SOL). Ratusan hektar sawah dan kebun kemenyan kini tampak menghitam seperti terbakar. Daerah yang dulunya hijau dan subur, perlahan berubah menjadi lahan kering dan tandus.
Kemenyan, yang selama ini menjadi hasil hutan utama dan sumber penghidupan warga, kini sulit dipanen. Berdasarkan pengakuan warga Desa Banuaji II, sekitar 50 persen pohon kemenyan tidak lagi bisa dipanen. “Daunnya banyak yang gugur, batangnya kering, dan getahnya tidak keluar,” ujar salah seorang warga.
Kondisi tanah pun berubah drastis. Warga menyebut tanah menjadi keras dan tidak lagi bisa diolah. Sumber air yang dulu bisa dikonsumsi kini berbau menyengat, terasa panas, dan meninggalkan warna putih seperti kapur.
“Dulu airnya bersih, kami pakai untuk minum dan kebutuhan sehari-hari. Sekarang baunya aneh dan kalau dicuci, airnya meninggalkan bekas menghitam atau kecokelatan di tangan,” tambahnya.
Lebih parah lagi, radius sebaran gas dari aktivitas pengeboran disebut terus meluas. Warga mengatakan, awalnya hanya muncul di ladang-ladang sekitar kaki gunung, tetapi kini sudah mencapai pemukiman penduduk, sawah-sawah warga, dan juga tempat ibadah. Banyak yang mulai khawatir karena bau gas yang terasa semakin sering tercium di sekitar rumah.
Dari keterangan masyarakat Desa Banuaji I, pencemaran tanah dan air di wilayah mereka telah dibuktikan melalui hasil penelitian yang disampaikan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Berdasarkan hasil tersebut, air dan tanah di Banuaji telah mengandung logam berat seperti perak, tembaga, aluminium, besi, dan stainless.
Warga berharap pemerintah maupun pihak perusahaan segera menindaklanjuti temuan tersebut. Mereka menilai, kerusakan lingkungan yang terjadi bukan hanya mengancam sumber mata pencaharian, tetapi juga keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekitar wilayah tersebut.
