
Deli Serdang, 21 Agustus 2025 – Yayasan Srikandi Lestari (YSL) bersama sejumlah mitra menggelar Pelatihan untuk Relawan Lokal di Kantor Desa Bulu Cina, Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan ini bertujuan membangun jaringan relawan yang mampu membantu migran dan keluarganya mendaftar ke berbagai program perlindungan sosial dan layanan pemerintah maupun swasta.
Pelatihan berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 17.00 WIB dengan menghadirkan narasumber dari BP3MI Sumut, Dinas Sosial Deli Serdang, serta praktisi komunikasi.
Dalam sesi awal, Mimi Surbakti memaparkan data migran di wilayah Desa Bulu Cina dan Rantau Panjang. Sebanyak 385 warga tercatat layak menerima bantuan, dengan 117 orang di antaranya merupakan migran internal yang merantau ke kota-kota besar seperti Pekanbaru, Medan, Batam, dan Dumai. Menurutnya, faktor lingkungan, minimnya lapangan kerja, dan rendahnya akses informasi menjadi penyebab utama migrasi.
Perwakilan BP3MI, Harold Hamonangan, menjelaskan ruang lingkup internal migran, hak pekerja dan prosedur resmi bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ingin berangkat ke luar negeri. Ia menekankan pentingnya keberangkatan melalui perusahaan resmi, kelengkapan dokumen, serta pendaftaran dalam sistem SISKOP2MI. “Calon PMI juga perlu memiliki keterampilan, kemampuan bahasa, dan kesiapan mental agar tidak terjebak dalam jalur ilegal,” jelasnya.
Dinas Sosial Deli Serdang, peserta mendapat informasi detail mengenai prosedur pendaftaran Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), pengusulan bantuan sosial (PKH, BPNT, PBI-JKN), hingga mekanisme program kesehatan darurat PASPULA. Program gotong royong dan bantuan korban bencana juga disosialisasikan sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat rentan.
Sesi terakhir dibawakan oleh praktisi komunikasi, Rasmuliati Surbakti, yang menekankan pentingnya komunikasi efektif dalam mengakses informasi bansos. Ia mengingatkan bahwa ketidaklengkapan dokumen keluarga, seperti tidak tercatatnya nama ibu kandung dalam KK, dapat menghambat pencairan bantuan. Komunikasi merupakan kunci utama dalam membangun interaksi antarsesama makhluk hidup. Tanpa komunikasi yang baik, hubungan akan terasa kaku, bahkan berpotensi menimbulkan salah paham. Sebaliknya, ketika komunikasi berjalan dengan nyaman dan lancar, maka hasil yang diharapkan pun dapat tercapai dengan lebih efektif.
Contoh Kasus:
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, kita membutuhkan informasi dari instansi pemerintah maupun swasta. Misalnya, seorang ibu ingin menanyakan tentang Bantuan Sosial (Bansos). Tentu ia harus menghubungi pihak yang tepat, seperti Dinas Sosial, bukan sekadar mendengar dari “katanya-katanya” orang lain. Di sinilah komunikasi yang kredibel dan jelas menjadi sangat penting.
Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi:
- Kredibilitas (Kelayakan): Informasi harus diperoleh dari sumber yang tepat agar tidak menyesatkan.
- Context (Kondisi yang Mendukung): Waktu dan situasi juga harus diperhatikan. Misalnya, jangan bertanya ke kantor Dinas Sosial pada jam istirahat atau ketika sedang ada kegiatan internal.
- Content dan Clarity: Pesan yang disampaikan harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Misalnya, ketika mengajukan usulan jangan membawa-bawa nama orang lain yang tidak berkaitan.
- Continuity (Berkesinambungan): Komunikasi harus dilakukan secara terus-menerus, terutama jika berkaitan dengan kepentingan tertentu. Contohnya, proses pengusulan Bansos memerlukan tindak lanjut dan komunikasi berkelanjutan agar permohonan benar-benar diproses.
Pendukung dalam Berkomunikasi dengan Instansi:
Ketika hendak mengajukan Bansos, kita tidak cukup hanya dengan berbicara, tetapi juga perlu menyiapkan dokumen pendukung sebagai bentuk komunikasi tertulis. Beberapa dokumen yang harus disiapkan antara lain:
- Kartu Keluarga (KK) yang sudah online dan tersinkron dengan Disdukcapil,
- Kartu Tanda Penduduk (KTP),
- Kartu Identitas Anak (KIA),
- Akta Kelahiran.
Dengan komunikasi yang kredibel, jelas, berkesinambungan, serta didukung dokumen yang lengkap, interaksi dengan instansi pemerintah maupun swasta akan berjalan lebih efektif. Hasilnya, kebutuhan masyarakat, seperti pengajuan Bansos, dapat terpenuhi sesuai aturan yang berlaku.

Peserta juga dibagi ke dalam kelompok diskusi untuk membahas kendala nyata di lapangan, seperti KIS yang mati meski masih digunakan, bantuan PKH yang tidak cair, hingga data penerima yang tidak sinkron. Berbagai solusi ditawarkan, mulai dari pengusulan ulang hingga penggunaan aplikasi Cek Bansos untuk melacak status bantuan. Kegiatan ini ditutup dengan ajakan agar para relawan menjadi jembatan informasi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan akses migran internal maupun warga miskin terhadap bantuan sosial semakin terbuka dan tepat sasaran.