PLTU Paluh Kurau Mangkrak Akibat Kontroversi Izin, Tenaga Kerja Asing Hingga Perusakan Lingkungan

PLTU Palu Kurau
PLTU Paluh Kurau

Deli Serdang, Sumatera Utara — Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paluh Kurau mangkrak di tengah jalan. Pembangunan pembangkit berkapasitas 2×150 MW ini terhenti akibat kontroversi perizinan, dugaan perusakan lingkungan, hingga penolakan masyarakat. Proyek yang digadang-gadang mampu menyediakan listrik dan lapangan kerja bagi warga justru tersandung masalah legalitas dan hilangnya kepercayaan publik.

Hasil investigasi pada 10 Oktober 2025 mengungkap sebagian besar warga Desa Paluh Kurau tidak mengetahui secara jelas siapa pengembang proyek dan untuk tujuan apa PLTU ini dibangun. Mereka mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi resmi dari pihak perusahaan maupun pemerintah. Bahkan sebagian warga baru mengetahui bahwa proyek tersebut adalah PLTU setelah mendengar informasi dari pihak luar.

Sejak 2016, DPRD Sumatera Utara menemukan bahwa proyek ini belum melengkapi sejumlah dokumen wajib, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), izin reklamasi, dan rekomendasi pelabuhan. DPRD sempat merekomendasikan penghentian sementara proyek karena dianggap tidak sesuai prosedur, termasuk izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) yang belum jelas kelengkapannya.

Di lapangan, pembangunan diduga merusak kawasan mangrove dan menutup sedikitnya 12 aliran anak sungai di pesisir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan ekosistem laut, hilangnya mata pencaharian nelayan, serta potensi banjir dan abrasi di masa depan.

Pihak pengembang, PT Mabar Elektrindo bersama kontraktor asal Tiongkok, awalnya menjanjikan manfaat ekonomi besar bagi masyarakat lokal. Namun, realitas di lapangan menunjukkan ketimpangan. Alih-alih memprioritaskan tenaga kerja lokal, proyek ini justru memunculkan kontroversi penggunaan tenaga kerja asing.

Data terkait jumlah pekerja asal Tiongkok pun simpang siur: Kementerian mencatat 171 pekerja, Imigrasi menyebut 151, sementara kuasa hukum perusahaan mengklaim 190 pekerja. Kondisi ini memicu kekecewaan masyarakat dan kritik dari kalangan legislatif.

Hingga kini PLTU Paluh Kurau belum memasuki tahap operasi komersial (Commercial Operation Date/COD). Dalam data Global Energy Monitor, proyek ini dikategorikan shelved atau tertunda. Hambatan izin, sengketa tata guna lahan, dan tekanan publik menjadi alasan utama proyek tidak berjalan.

Hingga kini, PLTU Paluh Kurau masih menggantung. Pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat menantikan transparansi serta kejelasan sikap dari pihak pengembang maupun pemerintah pusat. Apakah proyek ini akan dilanjutkan dengan perbaikan izin dan pemulihan lingkungan, atau dihentikan demi melindungi ekosistem dan hak masyarakat lokal  semua bergantung pada keputusan kebijakan di tingkat nasional.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top