
Sumatera Utara, 19 September 2025_Sumiati Surbakti, Direktur Yayasan Srikandi Lestari (YSL), menjadi salah satu narasumber dalam 3rd Annual Kartini Conference on Indonesian Feminisms (KCIF2025) yang berlangsung secara daring (19/09). KCIF2025 diinisiasi oleh A Consortium for Plural and Inclusive Indonesian Feminisms, melibatkan LETSS Talk, Kalyanamitra, dan Mitra Wacana. Tahun ini, konferensi mengangkat tema besar “Di antara Badai Krisis Internal dan Eksternal: Masa Depan Feminisme dan Aktivisme Feminis.”
Sumiati berpartisipasi dalam Panel 6.44 bertajuk “Perempuan dan Perempuan Adat Pejuang Lingkungan Hidup di Sumatera Utara” yang diinisiasi oleh LETSS Talk. Dalam paparannya, ia membawakan materi berjudul “Strategi YSL dan Kelompok Perempuan Komunitas Kelompok Punah.” Melalui sesi ini, Sumiati menyoroti bagaimana gerakan perempuan di Sumatera Utara menjadi bagian penting dari feminisme lingkungan yang berjuang melawan ketimpangan, eksploitasi alam, dan ketidakadilan struktural.
Melalui materinya, Sumiati menekankan bahwa perempuan tidak hanya menjadi korban dari kerusakan lingkungan, tetapi juga aktor perubahan yang membela hak atas lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan. Ia menjelaskan strategi gerakan perempuan YSL yang dibangun melalui empat pilar utama: pengorganisasian komunitas, advokasi kebijakan, pendidikan dan peningkatan kesadaran, serta penguatan ekonomi. Menurutnya, kekuatan gerakan perempuan terletak pada kemampuan mereka mengubah penderitaan menjadi kekuatan kolektif untuk bertahan dan memperjuangkan keadilan sosial serta ekologis.
“Gerakan perempuan yang kami bangun bukan sekadar protes, melainkan praktik nyata dari ekofeminisme — di mana merawat ekosistem berarti merawat kehidupan,” ujar Sumiati. Pendekatan ini telah melahirkan perubahan konkret di akar rumput, mulai dari pelestarian mangrove, dorongan transisi energi bersih, peningkatan pendapatan perempuan melalui produk lokal, hingga keberanian mereka bersuara di ruang publik.
Panel ini juga menghadirkan sejumlah pembicara lain, antara lain Masro Delima Silalahi dari KSPPM Sumut, Meiliana Yumi dari Perempuan AMAN, serta perwakilan dari Antropologi FIS UNIMED. Sesi ini dipandu oleh Sri Alem Sembiring selaku chair, dan Wina Khairina dari Universitas Indonesia bertindak sebagai organizer.
Sebagai bagian dari rangkaian KCIF2025, kegiatan ini menjadi ruang penting bagi aktivis, akademisi, dan komunitas untuk memperkuat solidaritas feminis lintas isu dan wilayah. Seperti edisi sebelumnya, KCIF2025 diselenggarakan sepenuhnya secara daring melalui Zoom, terbuka untuk umum, gratis, dan dijalankan sepenuhnya oleh para relawan. Tahun ini, panitia mencatat terdapat 55 sesi panel dengan lebih dari 200 judul paper feminisme Indonesia, meliputi isu lokal, nasional, dan transnasional.
Selain panel tematik, KCIF2025 juga menampilkan sesi khusus seperti Keynote Speech oleh Dr. Saskia Wieringa, Special Plenary Session, Roundtable Forum, Diskusi Buku, hingga berbagai side events seperti Funding for Feminist Projects, Meet the Publishers, dan Coaching Pembuatan Konten Kampanye.
Kehadiran Sumiati Surbakti dalam KCIF2025 menegaskan posisi YSL sebagai organisasi yang berkomitmen pada keadilan gender dan lingkungan. Melalui pengalaman lapangan perempuan adat dan komunitas dampingan, YSL terus memperjuangkan feminisme yang berpihak pada bumi dan kehidupan, serta berakar kuat pada realitas masyarakat lokal.




