
Medan, 2 Oktober 2025 – Yayasan Srikandi Lestari (YSL) hadir dalam kegiatan Outreach Just Energy Transition Partnership (JETP) di Medan, sebuah forum yang mempertemukan pemerintah, lembaga internasional, konsultan energi, serta organisasi masyarakat. Kehadiran YSL dalam forum ini menjadi bagian dari upaya memperjuangkan transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada masyarakat rentan pada Kamis (02/10).
Dalam rangka memperkuat pemahaman, menjaring masukan lokal, serta mendukung pembaruan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia telah menyelenggarakan FGD Regional Multi-Stakeholder Forum di Sumatera Utara .
Direktur YSL, Mimi Surbakti, menegaskan bahwa komitmen pemerintah dalam transisi energi masih jauh dari memadai. Menurutnya, pemerintah sering mengumbar komitmen terhadap Paris Agreement, tetapi implementasi di lapangan masih bertolak belakang dengan janji tersebut. “Pemerintah berbicara soal komitmen transisi energi, namun realitasnya PLTU batu bara masih beroperasi, polusi udara meningkat, dan masyarakat sekitar menanggung dampaknya. Komitmen tanpa tindakan nyata hanya akan menjadi jargon politik,” ujar Mimi.
Lebih lanjut, YSL mengkritisi dominasi korporasi dalam isu transisi energi. Menurut Mimi, perusahaan energi raksasa tetap menjadi pihak yang paling diuntungkan melalui subsidi, insentif, maupun perlindungan kebijakan. Sementara itu, masyarakat di sekitar proyek energi fosil harus menghadapi hilangnya sumber penghidupan, terganggunya kesehatan, dan kerusakan lingkungan. “Transisi energi yang hanya menguntungkan korporasi akan memperdalam ketidakadilan.
Narasi transisi yang gaungkan oleh pemerintah juga belum sepenuhnya menerapkan prinsip energi yang adil dan berkelanjutan, seperti pada kasus PT.SOL di Sarulla dan Sorik Merapi Goethermal Power (SMGP). Proyek ini dinilai sebagai impementasi transisi energi, namun pada kenyataannya proyek ini telah menimulkan kerugian bagi masyarakat kecil yang tinggal di daerah proyek. Fenomena tersebut menunjukkan kecacatan transisi energi yang selama ini diagungkan oleh pemerintah. “Jika pemerintah sungguh serius, seharusnya dana publik tidak lagi dipakai untuk proyek yang merugikan masyarakat kecil dan merusak lingkungan, tetapi dialihkan ke energi terbarukan yang dapat diakses masyarakat, adil dan berkelanjutan,” tambah Mimi.

YSL menekankan bahwa transisi energi tidak hanya soal mengganti teknologi, tetapi juga harus menyentuh keadilan sosial. Proses ini perlu memastikan keterlibatan masyarakat sipil, perlindungan terhadap kelompok rentan, serta distribusi manfaat yang merata.
Dengan partisipasinya dalam forum JETP Medan, YSL berharap suara komunitas lokal dapat didengar lebih kuat dalam perumusan kebijakan. YSL juga menyerukan kepada pemerintah untuk menindaklanjuti janji transisi energi dengan langkah konkret dengan menghentikan ketergantungan pada PLTU, mempercepat pengembangan energi bersih dan membuka ruang partisipasi publik secara transparan.