
Langkat, 10 Oktober 2025 — Yayasan Srikandi Lestari (YSL) melaksanakan baseline study di Desa Lubuk Kertang untuk memetakan kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang terdampak aktivitas industri ekstraktif. Kegiatan ini bertujuan menggali data tentang pola migrasi, jenis pekerjaan, akses layanan sosial, dan strategi bertahan hidup masyarakat setempat.
Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa 76 warga (50 Laki-laki dan 26 Perempuan) terpaksa meninggalkan desa untuk bekerja ke berbagai kota besar seperti Pekanbaru, Medan, Berastagi, Riau, Jakarta, hingga Kalimantan. Pekerjaan yang digeluti umumnya bersifat informal, mulai dari buruh bangunan, pekerja serabutan, tukang kebun, sopir, hingga pekerja di rumah makan. Keputusan untuk bermigrasi muncul karena hilangnya mata pencaharian utama di laut akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang semakin parah.
YSL juga mencatat bahwa layanan pendidikan bagi anak-anak migran relatif masih terpenuhi, namun akses terhadap layanan kesehatan masih terbatas. Beberapa warga belum memiliki jaminan kesehatan sehingga harus menanggung biaya sendiri ketika sakit. Dari sisi ekonomi, sebagian keluarga mampu beradaptasi, sementara yang lain mengalami penurunan kesejahteraan.

Untuk bertahan, masyarakat menerapkan berbagai cara, seperti meminjam uang kepada rentenir, menjual aset, bahkan melibatkan anak dalam pekerjaan di laut. Bantuan sosial dari pemerintah yang seharusnya menjadi penopang sering kali belum tepat sasaran dan lebih banyak diterima oleh pihak yang memiliki kedekatan dengan aparat desa.
Meski demikian, masyarakat Lubuk Kertang menunjukkan semangat untuk bangkit. Banyak di antara mereka yang ingin mengikuti pelatihan menjahit, membuat kue, dan keterampilan informal lainnya sebagai alternatif sumber penghidupan.
Melalui studi ini, YSL berharap dapat menghadirkan gambaran nyata mengenai situasi sosial ekonomi warga pesisir dan menjadi dasar dalam merancang program pemberdayaan yang berpihak pada masyarakat terdampak.